Bagi jutaan penduduk Inggris yang setiap 4 tahun sekali menjadi korban propaganda media massa bahwa tim nasional kesayangan mereka merupakan kandidat Juara Piala Dunia, tersingkirnya Steven Gerrard dkk di babak 16 besar melawan Jerman akhirnya membuka mata mengenai realita tim Inggris.
They simply weren't good enough
Reaksi dari berbagai pengamat sepakbola langsung kritis, dengan semuanya berusaha mengendus akar permasalahan kegagalan tim Inggris, yang kadang-kadang menjurus pada pemburuan kambing hitam. Salah satu penjelasan yang menarik perhatian penulis adalah kegagalan timnas Inggris mengembangkan generasi pemain muda baru untuk Piala Dunia kali ini.
Sistem pembinaan yang bermasalah, harga pemain lokal yang seolah terkena inflasi, kecintaan terhadap produk ekspor, dan cekcok antara Liga Primer dan FA : semuanya saling berkontribusi terhadap masalah ini. Pembinaan pemain pada rentang usia 18-20 tahun, fase transisi terakhir pemain junior menjadi pemain profesional, mengundang banyak tanda tanya, karena konon dengan penerapan sistem yang ada, hanya 1% dari pemain lokal
homegrown yang pada akhirnya menendang bola di klubnya yang bersangkutan.
Lantas, apakah Inggris punya talenta muda? Oh, tentu.
Mungkin tidak banyak yang tahu, apalagi penggemar tim Inggris & BPL di Indonesia, bahwa Inggris punya tim yang impresif di level U-17. Kekuatan tim tersebut sudah terbukti bulan Mei kemaren, ketika gelar Juara Piala Eropa U-17 berhasil diraih di Lichenstein. Malah menurut petinggi FA, Sir Trevor Brooking, saking berbakatnya ke-11 remaja yang bermain dibawah palang St. George pada turnamen tersebut, mereka bisa saja dikira pemain muda Spanyol atau Jerman. Berikut profil ke-11 singa muda yang berhasil memberikan gelar internasional pertama timnas Inggris sejak 1983.
|
Jack Butland (Penjaga Gawang, Birmingham City, 17) |
Dengan postur 191 cm (masih akan bertumbuh) dan telapak tangan sebesar ember, Butland memiliki segala atribut fisik untuk menjadi seorang kiper masa depan Inggris. Lincah, memiliki daya refleks yang cepat, dan punya kebiasaan menyelamatkan tendangan penalti lawan, Manajer akademi Birmingham, Terry Westley pernah menyatakan Butland sebagai "
England No.1 in the making".
|
Bruno Pilatos (Belakang, Middlesborough, 17) |
"Tidak takut terlibat pertarungan fisik dan berteknik tinggi" begitu bunyi deskripsi di website Boro mengenai pemain yang belum lama ini menekan kontrak profesional. Satu hal yang perlu dicatat adalah kemampuannya bermain di berbagai posisi. Bruno yang kelahiran Angola bermain sebagai bek kanan yang gemar membantu penyerangan selama Kejuaraan UEFA U-17, meskipun posisi aslinya adalah sebagai bek tengah atau gelandang bertahan.
|
Luke Garbutt (Belakang, Everton, 17) |
Salah satu tanda calon bintang adalah kemampuan memicu kontroversi di luar lapangan, dan hal itu terjadi ketika Luke Garbutt muda 'dicuri' Everton dari Leeds tahun lalu. Protes dari Leeds akhirnya membuat FA memerintahkan Everton untuk memberikan kompensasi finansial sebagai ganti merekrut Garbutt. Di lapangan, Garbutt adalah seorang pemain yang berpotensi: berbakat, dewasa, bisa bermain di berbagai posisi, dan juga piawai melakukan
crossing.
|
Andre Wisdom (Belakang, Liverpool, 17) |
Baru pertama kali penulis mendengar nama sekeren Andre Wisdom. Andre 3000 pun lewat. Andre boleh dianugerahi fisik yang atletis, tinggi dan kekar, cocok menjadi bek tengah, tetapi kelebihannya ada pada otak permainannya dan teknik. Rio Ferdinand masa depan? Mungkin, setidaknya namanya lebih keren.
|
Nathaniel Chalobah (Belakang, Chelsea, 16) |
Lebih muda dari lawan-lawannya di Lichenstein tidak membuat Nathaniel gentar. Sebaliknya, pemain "termuda di antara yang muda" tersebut mempesona sepanjang turnamen, dan membuktikan kelasnya dalam caranya membawa bola keluar dari daerah bertahan untuk memulai penyerangan.
Must've been Carvalho's teaching, gak mungkin John Terry ngajarin yang baik-baik.
|
Conor Coady (Belakang/Tengah, Liverpool, 17) |
Sebagai kapten tim U-17 Inggris yang juga lahir dan besar di Merseyside, Conor Coady seolah ditakdirkan menjadi putra kesayangan Anfield berikutnya. Dengan postur yang ideal, pembacaan permainan yang baik, dan jiwa kepimpinan yang tinggi, banyak yang menyamakan Coady dengan Steven Gerrard, walaupun untuk sementara rasanya Coady lebih mirip dengan bintang masa depan Inggris yang sedikit lebih tua, Jack Rodwell.
|
Ross Barkley (Tengah, Everton, 17) |
Disebut-sebut sebagai produk terbaik akademi Everton berikutnya setelah Wayne Rooney dan Jack Rodwell, Ross Barkley adalah gelandang box-to-box klasik. Atribut-atributnya yang mengesankan meliputi fisiknya yang atletis, stamina tidak kenal lelah, daya loncat yang tinggi, timing masuk ke kotak penalti yang baik, serta kemampuan menendang bola dengan akurat.
|
Joshua McEachran (Tengah, Chelsea, 17) |
Bila suatu saat nanti akhirnya Inggris mendapatkan pemain kreatif seperti Mesut Ozil yang didamba-dambakan, rasanya sosok itu adalah Joshua McEachran. Meskipun posturnya terlihat kurus, Joshua memiliki kemampuan mendribel bola seolah menari, serta kejelian untuk melepaskan umpan-umpan yang dapat membelah pertahanan yang paling rapat sekalipun. Setelah memukau dengan membawa tim junior Chelsea menjuarai Piala FA Youth Cup, McEachran, apakah dirinya dapat menjadi simbol perubahan sepakbola Inggris menjadi lebih... "berkelas"?
|
Will Keane (Tengah/Depan, Manchester United, 17) |
"There's only One Keano, One Keano!" Ehem, ada dua sebenarnya. Tiga, malah, karena penyerang kreatif yang biasa bermain dibelakang
targetman sebagai penyerang lubang ini memiliki saudara kembar bernama Mike di tim yunior United. Visioner dan penuh skill, Will juga memiliki penyelesaian akhir yang mematikan. Dijajarkan dengan Welbeck dan Macheda, akhirnya ada juga penyerang jebolan akademi MU sejak Mark Hughes.
|
Benik Afobe (Depan, Arsenal, 17) |
Dulu Arsenal-lah yang mencomot pemain dari Cantera Barcelona. Kini, Barcelona-lah yang ingin melakukan hal yang sebaliknya. Penyebabnya? Seorang mesin gol bernama Benik Afobe, yang menggondol 40 gol dari 33 pertandingan bersama tim U-16 Arsenal, sebelum naik tingkat ke grup usia berikutnya. Perbandingan yang paling mirip dengannya mungkin adalah dengan Andy Cole.
A jack of all trades, but a master of none. Yah, selama jala gawang terus berbunyi, siapa yang peduli?
|
Connor Wickham (Depan, Ipswich, 17) |
Sebagai peraih gelar pemain terbaik turnamen UEFA U-17, Connor jelas bukan penyerang tipikal Britania ala Duncan Ferguson (dan Dean Ashton) yang mengandalkan kekuatan fisik semata. Gaya bermainnya yang mengandalkan skill lebih mirip Zlatan Ibrahimovic, terbukti dari gol-golnya melawan Perancis dan Spanyol pada babak semifinal dan final (lebih hebat dari Ibra yang biasanya 'menghilang' pada pertandingan besar). Klub-klub besar sudah menunjukkan minat, tetapi dipastikan Roy Keane tidak akan mau melepas talenta sebesar Connor.
Dari pemaparan diatas, jelas bahwa Inggris punya pemain muda yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Pertanyaannya lagi-lagi adalah, Will they make the grade?
Bila sistemnya masih seperti sekarang, terus terang penulis tidak begitu yakin.
Akan sangat disayangkan bila hal tersebut terjadi, karena dengan pemain muda yang mereka miliki, sejatinya Inggris punya potensi menaklukkan dunia di masa depan.
Apakah karir ke-11 Singa Muda tersebut akan meroket? Atau justru akan tenggelam? Jawabannya akan makin jelas pada musim Liga Inggris 2010/2011.
ROARRRRR!!!